Tuga Kelompok : Pembimbing:
Sistem Hukum
Indonesia Dasrol, S.H, M.H
Pernikahan Dibawah Umur
Oleh Keelompok 8 :
DEBY
MEILANI
GUSTIA
REVNOLIZA
MELISA
RAMADHANI
NURSHADRINA
PUTI
BUNGSU
SIIS
KURNIA
YUNITA
ASRIA
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIALDAN
ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan pertolongan-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam
makalah ini saya juga mengucapkan terimakasih kepada orang tua tercinta yang
telah memberikan motivasi yang begitu besar serta teman-teman yang telah
membantu saya dalam menuntaskan proses penulisan makalah ini.
Dalam makalah ini saya menulis materi System Hukum Indonesia
yang berkaitan dengan Kasus Pernikahan dibawah Umur. Karena di negara kita
telah banyak terjadi kasus seperti ini. Oleh karena itu penulis ingin berbagi
pengetauan yang telah di peroleh berkaitan dengan fenomena yang telah terjadi
ini. Makalah ini menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan definisi, hal-hal yang menyebabkan
terjadinya, dampak-dampak yang ditimbulkan, hukum yang mengaturnya, serta
conoth kasus yang telah terjadi beberapa waktu belakangan ini.
Untuk itu semoga makalah yang saya buat ini dapat menjadi
acuan agar kita menjadi lebih kreatif lagi dalam menghasilkan karya tulis.
Pekanbaru,
21 Maret 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenomena yang terjadi di
kebanyakan negara berkembang seperti Indonesia, nikah atau perkawinan tidak
hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah cukup umur (dewasa) saja. Dalam UU
Perkawinan menyebutkan bahwa batas minimal perkawinan seseorang adalah berusia
19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan), namun juga terjadi
dikalangan anak dibawah umur, khususnya anak perempuan.Banyak kasus-kasus
pernikahan anak perempuan di bawah umur yang terjadi di Indonesia terutama di
pedesaan, salah satu contohnya saja seperti pernikahan dini yang terjadi Ulfa yang waktu itu masih
berumur 12 tahun dengan Pujiono yang berusia 46 tahun.
Disisi lain, terjadinya pernikahan
anak di bawah umur seringkali terjadi atas dasar beberapa factor, salah satunya
seperti factor ekonomi yg mendesak (kemiskinan). Banyak orang tua dari keluarga
miskin beranggapan bahwa dengan menikahkan anaknya, meskipun anak yang masih di
bawah umur akan mengurangi angka beban ekonomi keluarganya dan dimungkinkan dapat membantu beban ekonomi
keluarga tanpa berpikir panjang akan dampak positif ataupun negatif terjadinya
pernikahan anaknya yang masih dibawah umur.
Selain itu, fenomena
pernikahan dini juga bukan merupakan hal yang baru di Indonesia, khususnya daerah
Jawa. Hal ini dapat ddibuktikan dengan
adanya fakta-fakta yang terjadi pada zaman dulu, yaitu bahwa mbah buyut kita
dulu sudah banyak yang menikahi gadis di bawah umur. Bahkan pernikahan di usia
”matang” akan menimbulkan pemikiran buruk di mata masyarakat.
Namun seiring perkembangan
zaman, image masyarakat justru sebaliknya. Arus globalisasi yang terus selalu
berkembang, mengubah cara pandang masyarakat pada umumnya. Bahkan bagi perempuan yang menikah di usia belia dianggap
sebagai hal yang tabu. Lebih jauh lagi,
hal itu dianggap menghancurkan masa depan wanita, menghambat kreativitasnya
serta mencegah wanita untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang lebih
luas.
1.2
Perumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pernikahan dibawah
umur?
2. Apa factor-faktor penyebab terjadinya
pernikahan dibawah umur ?
3. Dampak apa saja yang ditimbulkan dengan
adanya peristiwa pernikahan dini ini.
4. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi
permasalahan pernikahan dibawah umur tersebut.
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui maksud pernikahan dibawah
umur.
2. Untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan
terjadinya pernikahan dibawah umur.
3.
Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari
pernikahan dini tersebut.
4.
Untuk mengetahui upaya-upaya dalam mengatasi
kasus tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Arti Pernikahan Dini
2.1.1 Pernikahan dini secara umum
pernikahan dini yaitu: merupakan instituisi
agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan
keluarga. selanjutnya yaitu menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono. Beliau
mengartikan pernikahan dini adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral
dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternatif. (http://nyna0626.blogspot.com/2008/10/pernikahan-dini-pada-kalangan-remaja-15.html : 28/03/2012, 00:20 WIB)
2.1.2
Pernikahan Dini menurut Negara
Undang-undang
negara kita telah mengatur batas usia perkawinan. Dalam Undang-undang
Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya
diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak
perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun.
Kebijakan
pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui
proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak
benar-benar siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental. (http://macanbanci.wordpress.com/2010/10/15/pernikahan-dini
; 28/03/2012, 00:24 WIB)
2.1.3 Pernikahan dini menurut agama islam
Sedangkan Al-Qur'an mengistilahkan ikatan
pernikahan dengan "mistaqan ghalizhan", artinya perjanjian kokoh atau
agung yang diikat dengan sumpah. Al Qur'an menggunakan istilah mitsaqan
ghalizhan minimal dalam tiga konteks. Salah satunya konteks ikatan pernikahan
seperti disebutkan dalam Q.S. An-Nisa 4:21.
Hukum
Islam secara umum meliputi lima prinsip yaitu perlindungan terhadap agama,
jiwa, keturunan, harta, dan akal. Dari kelima nilai universal Islam ini, satu
diantaranya adalah agama menjaga jalur keturunan (hifdzu al nasl). Oleh sebab
itu, Syekh Ibrahim dalam bukunya al Bajuri menuturkan bahwa agar jalur
nasab tetap terjaga, hubungan seks yang mendapatkan legalitas agama harus
melalui pernikahan. Seandainya agama tidak mensyari’atkan pernikahan, niscaya
geneologi (jalur keturunan) akan semakin kabur.
Agama
dan negara terjadi perselisihan dalam memaknai pernikahan dini. Pernikahan yang
dilakukan melewati batas minimnal Undang-undang Perkawinan, secara hukum
kenegaraan tidak sah. Istilah pernikahan dini menurut negara dibatasi dengan
umur. Sementara dalam kaca mata agama, pernikahan dini ialah pernikahan yang
dilakukan oleh orang yang belum baligh.
2.2 Faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan
dini
Faktor- faktor yang mempengaruhi
terjadinya perkawinan dalam usia muda:
1. Menurut RT.
Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari perkawinan usia muda adalah:
a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota
keluarga
b. Tidak adanya
pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai
itu sendiri maupun keturunannya.
c. Sifat kolot orang
jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat. Kebanyakan orang desa
mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena
mengikuti adat kebiasaan saja.
2. Terjadinya perkawinan
usia muda menurut Hollean dalam Suryono disebabkan oleh:
a. Masalah ekonomi
keluarga
b. Orang tua dari gadis
meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki apabila mau mengawinkan anak gadisnya.
c. Bahwa dengan adanya
perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga gadis akan berkurang satu
anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan,
dan sebagainya) (Soekanto, 1992 : 65).
Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor
yang mendorong terjadinya perkawinan usia muda yang sering dijumpai di
lingkungan masyarakat kita yaitu :
a. Ekonomi
Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang
hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak
wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.
b. Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang
tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya
yang masih dibawah umur.
c. Faktor orang tua
Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya
berpacaran dengan laki-laki yang sangat lengket sehingga segera mengawinkan anaknya.
d. Media massa
Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja
modern kian Permisif terhadap seks.
e. Faktor adat
Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut
anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan.
Misalnya Sutik perempuan asal
Tegaldowo, Rembang Jawa Tengah, pertama kali dijodohkan orangtuanya pada usia
11 tahun. Kuatnya tradisi turun temurun membuatnya tak mampu menolak. Terlebih
lagi, Sutik belum mengerti arti sebuah pernikahan. Sutik adalah satu dari sekian
banyak perempuan di wilayah Tegaldowo, Rembang, yang dinikahkan karena tradisi
yang mengikatnya. Kuatnya tradisi memaksa anak-anak perempuan melakukan
pernikahan dini.
Maraknya tradisi pernikahan dini ini
terkait dengan masih adanya kepercayaan kuat tentang mitos anak perempuan.
Seperti diungkapkan Suwandi, pegawai pencatat nikah di Tegaldowo, Rembang Jawa
Tengah, ”Adat orang sini kalau punya anak perempuan sudah ada yang ngelamar
harus diterima, kalau tidak diterima bisa sampai lama tidak laku-laku”.
2.3 Dampak pernikahan dini (perkawinan di bawah
umur)
Baru saja kita mendengar berita
diberbagai media tentang kyai kaya yang menikahi anak perempuan yang masih
belia berumur 12 tahun. Berita ini menarik perhatian khalayak karena merupakan
peristiwa yang tidak lazim. Apapun alasannya, perkawinan tersebut dari tinjauan
berbagai aspek sangat merugikan kepentingan anak dan sangat membahayakan
kesehatan anak akibat dampak perkawinan dini atau perkawinan di bawah umur.
Berbagai dampak pernikahan dini atau perkawinan dibawah umur dapat dikemukakan
sbb.:
A. Dampak
terhadap hukum
Adanya
pelanggaran terhadap 3 Undang-undang di negara kita yaitu:
1. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai
umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
Pasal 6 (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum
mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
1. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai
umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
Pasal 6 (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum
mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
2. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak
b. menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan
minatnya dan;
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
Pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak
b. menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan
minatnya dan;
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
3. UU No.21 tahun 2007 tentang PTPPO
Patut ditengarai adanya penjualan/pemindah tanganan antara kyai dan orang tua anak yang mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut.
Amanat Undang-undang tersebut di atas bertujuan melindungi anak, agar anak tetap memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
Sungguh disayangkan apabila ada orang atau orang tua melanggar undang-undang tersebut. Pemahaman tentang undang-undang tersebut harus dilakukan untuk melindungi anak dari perbuatan salah oleh orang dewasa dan orang tua. Sesuai dengan 12 area kritis dari Beijing Platform of Action, tentang perlindungan terhadap anak perempuan.
Patut ditengarai adanya penjualan/pemindah tanganan antara kyai dan orang tua anak yang mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut.
Amanat Undang-undang tersebut di atas bertujuan melindungi anak, agar anak tetap memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
Sungguh disayangkan apabila ada orang atau orang tua melanggar undang-undang tersebut. Pemahaman tentang undang-undang tersebut harus dilakukan untuk melindungi anak dari perbuatan salah oleh orang dewasa dan orang tua. Sesuai dengan 12 area kritis dari Beijing Platform of Action, tentang perlindungan terhadap anak perempuan.
B. Dampak
biologis
Anak secara biologis alat-alat
reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk
melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil
kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang
luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan
jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar
kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan
seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.
Dokter spesialis obseteri dan
ginekologi dr Deradjat Mucharram Sastraikarta Sp OG yang berpraktek di klinik
spesialis Tribrata Polri mengatakan pernikahan pada anak perempuan berusia 9-12
tahun sangat tak lazim dan tidak pada tempatnya. ”Apa alasan ia menikah?
Sebaiknya jangan dulu berhubungan seks hingga anak itu matang fisik maupun
psikologis”. Kematangan fisik seorang anak tidak sama dengan kematangan
psikologisnya sehingga meskipun anak tersebut memiliki badan bongsor dan sudah
menstruasi, secara mental ia belum siap untuk berhubungan seks.
Ia memanbahkan, kehamilan bisa saja
terjadi pada anak usia 12 tahun. Namun psikologisnya belum siap untuk
mengandung dan melahirkan. Jika dilihat dari tinggi badan, wanita yang memiliki
tinggi dibawah 150 cm kemungkinan akan berpengaruh pada bayi yang dikandungnya.
Posisi bayi tidak akan lurus di dalam perut ibunya. Sel telur yang dimiliki
anak juga diperkirakan belum matang dan belum berkualitas sehingga bisa terjadi
kelainan kromosom pada bayi.
C. Dampak
psikologis
Secara psikis anak juga belum siap
dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis
berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan
menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak
mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan
menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain
dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri
anak.
Menurut psikolog dibidang psikologi
anak Rudangta Ariani Sembiring Psi, mengatakan ”sebenarnya banyak efek negatif
dari pernikahan dini. Pada saat itu pengantinnya belum siap untuk menghadapi tanggungjawab
yang harus diemban seperti orang dewasa. Padahal kalau menikah itu kedua belah
pihak harus sudah cukup dewasa dan siap untuk menghadapi
permasalahan-permasalan baik ekonami, pasangan, maupun anak. Sementara itu
mereka yang menikah dini umumnya belum cukup mampu menyelesaikan permasalan
secara matang”.
Ditambahkan Rudangta, ”Sebenarnya
kalau kematangan psikologis tidak ditentukan batasan usia, karena ada juga yang
sudah berumur tapi masih seperti anak kecil. Atau ada juga yang masih muda tapi
pikirannya sudah dewasa”. Kondisi kematangan psikologis ibu menjadi hal utama
karena sangat berpengaruh terhadap pola asuh anak di kemudian hari. ” yang
namanya mendidik anak itu perlu pendewasaan diri untuk dapat memahami anak.
Karena kalau masik kenak-kanakan, maka mana bisa sang ibu mengayomi anaknya.
Yang ada hanya akan merasa terbebani karena satu sisi masih ingin menikmati
masa muda dan di sisi lain dia harus mengurusi keluarganya”.
D.Dampak sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan
faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang
menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks
laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun
termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil Alamin).
Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan
melahirkan kekerasan terhadap perempuan.
2.4 Upaya menyikapi terjadinya pernikahan dibawah umur
Pernikahan anak di bawah umur merupakan suatu fenomena sosial yang kerap terjadi khususnya di Indonesia. Fenomena
pernikahan anak di bawah umur bila diibaratkan seperti fenomena gunung
es, sedikit di permukaan atau yang terekspos
dan sangat marak di dasar atau di tengah masyarakat luas. Dalih utama yang
digunakan untuk memuluskan jalan melakukan pernikahan dengan anak di
bawah umur adalah mengikuti sunnah Nabi SAW. Namun, dalih seperti ini bisa jadi bermasalah karena masih
terdapat banyak pertentangan di kalangan umat muslim tentang kesahihan
informasi mengenai pernikahan dibawah umur
yang dilakukan Nabi SAW dengan ‘Aisyah r.a. .
Selain itu peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dengan sangat jelas menentang keberadaan
pernikahan anak di bawah umur. Jadi tidak ada alas an lagi bagi pihak-pihak tertentu untuk melegalkan tindakan mereka yangberkaitan dengan pernikahan anak di bawah umur. Pemerintah
harus berkomitmen serius dalam menegakkan hukum yang berlaku terkait pernikahan anak di bawah umur sehingga pihak-pihak yang ingin
melakukan pernikahan dengan anak di bawah umur berpikir dua kali terlebih
dahulu sebelum melakukannya.
Selain itu, pemerintah harus semakin giat
mensosialisasikan UU terkait pernikahan anak di bawah umur beserta sanksi-sanksinya
bila melakukan pelanggaran dan menjelaskan resiko-resiko terburuk yang bisa terjadi akibat pernikahan anak
di bawah umur kepada masyarakat,
diharapkan dengan upaya tersebut, masyarakat tahu dan sadar bahwa pernikahan anak
di bawah umur adalah sesuatu yang salah dan harus di hindari.
Upaya pencegahan pernikahan
anak di bawah umur dirasa akan semakin maksimal bila anggota
masyarakat turut serta berperan aktif dalam pencegahan
pernikahan anak di bawah umur yang ada di sekitar mereka.
2.5 Hukum Pernikahan Anak Dibawah Umur Berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan Yang Berlaku di Indonesia
a.
UU No. 23 tahun 2002 Pasal 1 tentang perlindungananak
Definisi anak adalah
seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas), termasuk anak yang masih dalam kandungan. Setiap
anak mempunyai hak dan kewajiban seperti yang tertuang dalam
(delapan belas), termasuk anak yang masih dalam kandungan. Setiap
anak mempunyai hak dan kewajiban seperti yang tertuang dalam
b.
UU No. 23
tahun 2002 Pasal4
setiap anak berhak untuk dapat hidup,
tumbuh,
berkembang, danberpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan,serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi,
berkembang, danberpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan,serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi,
c.
Pasal 9 ayat 1
Setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran
dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya
sesuai dengan minat dan bakatnya,
dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya
sesuai dengan minat dan bakatnya,
d.
Pasal 11
setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan
waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi sesuai dengan
minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demipengembangan diri,
e.
Pasal 13
ayat 1
setiap anak
selama dalam pengasuhanorang tua, wali,
atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab ataspengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan
(a) diskriminasi
(b) eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual
(c) penelantaran
(d) kekejaman,kekerasan, dan
penganiayaan
(e) ketidakadilan
(f) perlakuan salah lainnya.
Selain itu orang tua dan keluarganya mempunyai kewajiban
dan tanggungjawab terhadap anak seperti yang tertulis di
f.
UU no. 23
tahun 2002 Pasal 26ayat 1
orang tua
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
(a) mengasuh,memelihara, mendidik,
dan melindungi anak
(b) menumbuhkembangkan anaksesuai dengan kemampuan,
bakat, dan minatnya
bakat, dan minatnya
(c) mencegah terjadinyaperkawinan
pada usia anak-anak.
UU pelindungan anak dengan sangat jelas mengatur segala sesuatu yangberkaitan dengan anak, jadi sangatlah mengherankan
jika masih banyakpelanggarn yang
terjadi terhadap anak dalam konteks ini adalah pernikahananak di bawah
umur. Hal seperti ini sangatlah tidak bisa diterima, dimanakahkeberadaan
pemerintah sebagai pemegang otoritas tertinggi di RI ? Pernikahandi bawah umur sebenarnya kerap kali terjadi di
masyarakat khususnya didaerah pedesaan tertinggal dimana kemiskinan dan
kebodohan masih menjadimomok yang
menakutkan, contohya : salah satu kabupaten di Jawa Baratterkenal dengan
pernikahan anak di bawah umur dimana para anak gadis yangmasih lugu sengaja
“dijual” orang tuanya untuk melakukan pernikahan dengantujuan memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Hal
seperti sangatlahmemilukan, pemerintah acapkali tutup mata dengan kasus
pernikahan anak dibawah umur dan baru bertindak jika kasusnya terekspos ke
khalayak luas olehmedia seperti yang sempat
terjadi beberapa waktu lalu dimana pernikahansyekh Puji dengan Lutfiana Ulfa,
gadis yang belum genap berusia 12 tahunterekspos oleh media dan menjadi
kontroversi di masyarakat. Pemerintahdiharapkan lebih serius menindak setiap
pelanggaran yang berkaitan dengananak
dalam konteks ini adalah pernikahan anak di bawah umur. Setiap
pelanggaran terhadap pernikahan anak di bawah umur dapat dikenakan sanksipidana
sesuai :
a)
UU no. 23 tahun 2002 Pasal 77
dengan
pidana penjara palinglama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratusjuta rupiah).Selain
UU perlindungan anak ada UU alternatif lain yang bisa dijadikanacuan dalam menentang perkawinan anak di bawah
umur, yaitu
b)
UU No. 1tahun 1974 tentang perkawinan
UU ini menjelaskan syarat-syarat yangwajib dipenuhi calon mempelai
sebelum melangsungkan pernikahan, menurut
c)
UU no.1 tahun 1974 Pasal 6 ayat 1
perkawinan harus didasarkan ataspersetujuan kedua calon mempelai,
d)
Pasal 6 ayat 2
untuk melangsungkanperkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21
(duapuluh satu) tahunharus mendapat ijin kedua orang tua,
e)
Pasal 7
perkawinan hanya diijinkanjika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan
belas) tahun dan pihakwanita sudah mencapai umur 16 (enam belas)
tahun.
2.6 Contoh Kasus Perkawinan Dibwah Umur yang
Terjadi di Indonesia
Menikah sebelum cukup usia, ternyata masih banyak terjadi di kota maupun
di daerah-daerah di Indonesia. Budaya perjodohan bahkan sejak anak perempuan
belum lulus SD atau SMP, masih dilakukan banyak orangtua, terutama yang
tinggal di pedesaan.
Dari penelitian yang dilakukan Koalisi Perempuan
Indonesia (KPI) Cabang Rembang, pernikahan dini yang dilakukan anak-anak usia
sekolah masih terbilang tinggi. Pada 2006 - 2010, jumlah anak menikah usia dini
(menikah di bawah usia 17 tahun) masih meningkat walaupun persentasenya naik
turun.
Pada 2006 jumlahnya 12, 2007 ada 6, 2008 sebanyak 21 anak, 2009 sebanyak 31 anak dan 2010 sampai dengan Juli jumlah anak menikah usia dini sebanyak 28, kata Sekretaris Cabang KPI Rembang, Iin Arinta Fahadiana dalam Diskusi Publik Refleksi Hari Anak Nasional dengan tema 'Perkawinan Anak, Salah Siapa' di Gedung BPPT,Thamrin, Jakarta, kemarin.
Sementara data lain menunjukkan, ada beberapa penyebab terjadinya pernikahan anak usia dini. DR Sukron Kamil, salah seorang peneliti dari UIN menyatakan, 62 persen wanita menikah karena hamil, 21 persen pernikahan karena ingin memperbaiki ekonomi dan keluar dari kemiskinan dan sisanya karena dipaksa orangtua dan karena status sosial.
Pada 2006 jumlahnya 12, 2007 ada 6, 2008 sebanyak 21 anak, 2009 sebanyak 31 anak dan 2010 sampai dengan Juli jumlah anak menikah usia dini sebanyak 28, kata Sekretaris Cabang KPI Rembang, Iin Arinta Fahadiana dalam Diskusi Publik Refleksi Hari Anak Nasional dengan tema 'Perkawinan Anak, Salah Siapa' di Gedung BPPT,Thamrin, Jakarta, kemarin.
Sementara data lain menunjukkan, ada beberapa penyebab terjadinya pernikahan anak usia dini. DR Sukron Kamil, salah seorang peneliti dari UIN menyatakan, 62 persen wanita menikah karena hamil, 21 persen pernikahan karena ingin memperbaiki ekonomi dan keluar dari kemiskinan dan sisanya karena dipaksa orangtua dan karena status sosial.
Banyak kasus-kasus pernikahan anak perempuan di bawah umur
yang terjadi di Indonesia terutama di pedesaan, mungkin, kita masih ingat
beberapa tahun lalu dan sampai menjadi konsumsi media nasional adalah
pernikahan Ulfa yang waktu itu masih berumur 12 tahun dengan Pujiono yang
berusia 46 tahun.
Dalam konteks hak anak, sangatlah jelas seperti yang
tercantum dalam pasal 26 ayat 1 butir c UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak menyebutkan bahwa Orang tua berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan di usia anak-anak.
Pada prespektif hak anak pencantuman kalimat tersebut
merupakan keharusan yang harus menjadi perhatian bersama, hal ini disebabkan
anak-anak yang terpaksa menikah dalam usia yang masih tergolong anak dilihat
dari aspek hak anak, mereka akan terampas hak-haknya, seperti hak bermain, hak
pendidikan, hak untuk tumbuh berkembang sesuai dengan usianya dan pada akhirnya
adanya keterpaksaan untuk menjadi orang dewasa mini.
Disisi lain, terjadinya pernikahan anak di bawah umur
seringkali terjadi atas dasar factor ekonomi (kemiskinan). Banyak orang tua
dari keluarga miskin beranggapan bahwa dengan menikahkan anaknya, meskipun anak
yang masih di bawah umur akan mengurangi beban ekonomi keluarga dan
dimungkinkan dapat membantu beban ekonomi keluarga tanpa berpikir akan dampak
positif ataupun negatif terjadinya pernikahan anaknya yang masih dibawah umur.
Kondisi ini pada akhirnya memunculkan aspek penyalahgunaan
“kekuasaan” atas ekonomi dengan memandang bahwa anak merupakan
sebuah property/asset keluarga dan bukan sebuah amanat dari Tuhan yang
mempunyai hak-hak atas dirinya sendiri serta yang paling keji adalah
menggunakan alasan terminologi agama.
Adanya gambaran fenomena tersebut diatas, beberapa hal yang
harus dilakukan dalam memberikan perlindungan anak secara komprehensif adalah:
Memberikan pemahaman kepada keluarga dan masyarakat tentang hak-hak anak yang
melekat pada diri seorang anak itu sendiri; Memberikan pemahaman tentang
kesehatan reproduksi sejak anak-anak; Mendorong keluarga dan masyarakat untuk
menciptakan lingkungan yang ramah anak; Adanya kebijakan negara yang lebih
melindungi hak anak terutama dalam peraturan tentang persoalan pernikahan anak
di bawah umur.
Satu hal yang juga harus menjadi perhatian bersama adalah
mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak dalam memberikan hak pendidikan,
hak tumbuh kembang, hak bermain, hak mendapatkan perlindungan dari kekerasan,
segala bentuk eksploitasi, dan diskriminasi. Serta yang paling penting adalah
menempatkan posisi anak pada dunia anak itu sendiri untuk berkembang sesuai
dengan usia perkembangan anak
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini
atau perkawinan dibawah umur lebih bayak mudharat dari pada manfaatnya. Oleh
karena itu patut ditentang. Orang tua harus disadarkan untuk tidak mengizinkan
menikahkan/mengawinkan anaknya dalam usia dini atau harus memahami peraturan
perundang-undangan untuk melindungi anak.
Namun dilain pihak permasalahan pernikahan dini tidak bisa
diukur dari sisi agama terutama dari sisi agama Islam. Karena menurut
Agama Islam jika dengan menikah muda mampu menyelamatkan diri dari kubangan
dosa dan lumpur kemaksiatan maka menikah adalah alternatif yang terbaik. Namun
jika dengan menunda pernikahan sampai usia matang mengandung nilai positif maka
hal ini adalah lebih utama.
3.2 Saran
Upaya
pencegahan pernikahan anak di bawah umur akansemakin
maksimal bila anggota masyarakat turut serta dalam pencegahan pernikahan anak di bawah umur yang ada di sekitar mereka. Kerja sama antara pemerintah dan masyarakat merupakan jurus terampuhsementara ini untuk mencegah terjadinya pernikahan anak di bawah umur sehingga kedepannya diharapkan tidak akan ada lagi anak yang menjadi korban
akibat pernikahan tersebut dan anak-anak Indonesia bisa lebih optimis dalam
menatap masa depannya kelak.
DAFTAR PUSTAKA
·
(http://nyna0626.blogspot.com/2008/10/pernikahan-dini-pada-kalangan-remaja-15.html : 28/03/2012, 00:20 WIB)
·
(http://macanbanci.wordpress.com/2010/10/15/pernikahan-dini;
28/03/2012, 00:24 WIB)
·
(http://nyna0626.blogspot.com/2008/10/pernikahan-dini-pada-kalangan-remaja-15.html : 28/03/2012, 00:20 WIB)
·
(http://macanbanci.wordpress.com/2010/10/15/pernikahan-dini;
28/03/2012, 00:24 WIB)
kamu bisa senaraikan nama desa-desa paling banyak pernikahan dini di jawa barat sekarang? berapa maharnya bagi yang bukan janda?
BalasHapusmauk.. pelit banar kada kawa di copy paste (!)
BalasHapusmending kada usah dipublikasikan !
hehe maaf ini blog untuk di baca saja, dan maaf bg Arif, saya belum mengetahui tentang itu.
BalasHapusbuat bro and sist yg mau copy blog ini gampang kok, klik kanan aja trus, ntar kl ada notif "Maaf, Klik Kanan Tidak Diperbolehkan" tekan oke. lakukan berulang2 ntar jga ada notif "cegah laman ini membuat dialog lainnya" centang dah. untuk slanjutnya fungsi normal/biasa, cuman kelemahannya kita gk bisa nge-blog sbagian doang melainkan sepenuhnya. tinngal copy-paste aja ke word kalian.
Hapusbuat yg pnya blog kyaknya masih bisa diretas bos, prbaikin lgi dah. tks
KALAU GAK BISA KOPI HAPUS AJA BRO GAK ADA GUNNYA ORANG PELIT ILMU MASUK APA YA......
HapusKALAU GAK BISA KOPI HAPUS AJA BRO GAK ADA GUNNYA ORANG PELIT ILMU MASUK APA YA......
Hapusboleh copi ga//
BalasHapuspelit apa medit !!!
BalasHapusklik kanan ga bisa, memang, tapi ctrl+s bisa..
BalasHapusmantap makalahnya.
BalasHapussouvenir gelas kediri